twitterfacebookgoogle pluslinkedinrss feedemail

Social Icons

Wednesday, 6 January 2016

MEDIA SOSIAL, SOSIALKAH?

Ayah saya dulunya adalah seorang supir truk yang tugasnya adalah mengantar jemput barang tujuan dari Banda Aceh ke Medan. Pada prosesnya perjalanan yang beliau lakukan menempuh jarak 603-604 Km setiap sekali jalan, dan memakan waktu kurang lebih 12 jam. Dalam perjalanan tersebut beliau hanya melakukan sekali saja kontak bicara lewat telepon, antara tempat dimana beliau memuat barang, dengan tempat tujuan dimana nantinya beliau akan membongkar barang tersebut –pembicaraan itupun dilakukan oleh pengirim barang dengan penerima barang, tanpa melibatkan beliau sebagai pengantar–.

Dalam artian jika beliau memuat barang di Banda Aceh kemudian mengantarnya ke Medan, berarti sampainya di Medan nantinya beliau telah ditunggu oleh penerima barang, begitupun sebaliknya. Hal ini dikarenakan teknologi yang dikala itu sudah berkembang, namun belum merata serta secangih dan sepesat seperti dijaman era global yang sekarang ini. Sehingga sipengantar barang tadipun harus melalui jalan dengan tanpa pernah melakukan kontak perantara antara sipengirim dan sipenerima, melainkan langsung dengan cara tatap muka sipengirim dan tatap muka dengan sipenerima setibanya nanti.
Yang menarik dalam proses ini adalah menjadi sipengantar barang(ayah saya), dimana dalam perjalanannya beliau tiada dapat dihubungi baik oleh sipengirim maupun oleh sipenerima. Namun tetap saja beliau bisa sampai ketujuan sebagaimana yang diperintahkan oleh sipengirim barang sebelumnya –tanggung jawab besar tentunya yang harus dijawab–. Begitu sampai ditempat tujuan, sipengantar barang hanya bisa mengandalkan selembar surat pengantar dengan jenis dan banyaknya barang tertentu, yang disertakan alamat tempat tujuan pengiriman serta dibubuhi tanda tangan dan cap sipengirim, sebagai alokasi dimana nantinya barang tersebut akan dibongkar. Sipengantar tentunya hanya punya selembar kertas untuk dapat sampai ketempat tujuan dan menunaikan tugas yang telah diembankan kepadanya.
Dalam konteks seperti ini, bisa saja sipengantar harus putar-putar terlebih dahulu untuk mencari tempat tujuan barang, sebelum akhirnya barang tersebut dibongkar. Tentunya waktu yang tersisihkan akan lebih banyak, dibandingkan dengan masa sekarang, diimana siapapun yang bertugas mengantar barang hanya perlu menelpon tempat tujuannya, agar tidak sampai harus berputar-putar untuk sampai ke tempat tujuannya. Namun demikian, satu hal yang perlu diperhatikan disini adalah bagaimana jalinan komunikasi yang terjadi antara sipengantar dengan sipemilik barang ataupun dengan sipenerima barang. Pada eranya ayah saya, jika tanpa mental dan keberanian juga kejujuran serta kemampuan untuk berkumunikasi dengan baik bisa saja barang tersebut tidak akan sampai ketempat tujuan. Hal ini dikarenakan komunikasi yang terjalin mengharuskan setiap orang yang terlibat akan terlibat secara langsung, beda halnya dengan jaman sekarang dimana siapapun tinggal menelpon saja untuk berkomunikasi, dan tentunya orng yang ditelpon pun langsung ke target yang sudah di tentukan tadi. Jika berkomunikasi seperti dimasa era ayah saya, untuk menanyakan tempat tujuannya kadang juga mesti melibatkan orang yang tidak ada hubungannya dengan barang yang diantar tersebut. Bandingkan dengaan masa sekarang, dengin pemikiran dan sistem kerja orang yang sudah modern, beda jauh tentunya.
Maka dalam hal ini, penulis punya argumen tentang seberapa, atau apakah media sosial itu benar-benar sosial?
Jawabannya tentu, jika dilihat dari segi kemudahan dan untuk menghemat waktu yang diperlukan, maka media sosial dapat dikatakan benar-benar soaial, dan tentunya sangat membantu semua kalangan dalam hal berkomunikasi, sebagaimana diketahui sebelumnya kita tidak pernah bisa berkomunikasi dengan anggota keluarga maupun sahabat atau teman lama kita yang sudah diluar daerah. Namun kehadiran berbagai macam media sosial dimasa sekarang memudahkan semua itu, bahkan kita juga lebih mudah dalam bergaul dan mencri teman baru hanya dengan “Klick” saja. Hal itu akan menjadi suatu perkembangan yang sangat luar biasa dalam kehidupan ini.
Namun demikian jika ditilik dari sisi perkembangan moral, saya rasa kita semua sedikit banyaknya mengutuk perkembangan teknologi yang begitu pesat ini. Sebagaimana diketahui maraknya penipuan yang dilakukan melibatkan media sosial ini benar-benar sangat merugikan siapapun yang menjadi korban. Sampai saat ini, sudah berapa banyakkah kerugian yang menimpa pengguna media sosial yang tak pernah dihitung dalam angka, yang tentunya sudah merugi hanya gara-gara media sosial. Tentunya siapapun tidak ingin menjadi korban penipuan seperti demikian.
Demikian lagi, media sosial sekarang justru menjauhi orang-orang dari kehidupan sosial, karenanya untuk menjalin komunikasi penting sekalipun oarang dijaman sekarang lebih memilih untuk membahasnya dimedia, bukannya secara langsung. Sedikit naif memang, karena bisa saja percakapan atau obrolan yang terjadi melalui media bukanlah obrolan seputar kenyataan, melainkan hanya karangan, lalu ada pihak tertentu yang dengan yakin menganggapnya benar, sehingga lahirlah penipuan-penipuan online yang merugikan sepihak, yang ujung-ujungnya bahkan ada berakibat pada usaha pihak tertentu yang bangkrut. Semua itu terjadi begitu saja tanpa sedikit pun kita menduga atau tersadar.

Atas dasar itu, perlu ada kesadaran dari diri kita, dari pribadi kita masing-masing untuk dapat mewanti-wanti terjerumusnya kita dalam bentuk tipuan atau terbuainya hasrat kita untuk menipu. Dengan teknologi yang sudah merajai masa, mengabaikan kecanggihan yang serba instan dan otomatis untuk kembali ke kebiasaan yang serba manual nan lamban sudah dapat dipastikan tidak lagi mungkin terjadi. Maka dari itu, perlu adanya sikap tanggung jawab dan kejujuran dari nurani kita agar berbagai macam kejahatan yang tidak pernah kita harapkan terjadi, mengacaukan kebenaran yang mestinya kita alami. Lantas atas segala pertimbangan yang telah dipikir-pikir, menganai kerugian akibat media sosial, baik dari segi siapa yang akan kita dirugikan atau siapa yang akan merugikan kita. Dengan ini kita tanyakan kembali pada diri kita, MEDIA SOSIAL, SOSIALKAH? (dawa)

No comments:

Post a Comment

MBLB

 
Selamat datang! Terima Kasih! ×